Joan of Arc: Pahlawan Wanita dalam Perang Seratus Tahun Prancis Melawan Inggris
ptaskes.com – Joan of Arc, atau Jeanne d’Arc dalam bahasa Prancis, adalah salah satu sosok paling ikonik dalam sejarah. Lahir sekitar tahun 1412 di Domrémy, Prancis, ia dikenal sebagai pahlawan wanita yang memainkan peran kunci dalam Perang Seratus Tahun antara Prancis dan Inggris.
Kisah hidupnya yang penuh keberanian, visi religius, dan tragedi menjadikannya simbol perlawanan dan nasionalisme Prancis.
Latar Belakang Sejarah
Perang Seratus Tahun (1337-1453) adalah konflik yang berkepanjangan antara Kerajaan Inggris dan Kerajaan Prancis. Perang ini dipicu oleh klaim raja Inggris terhadap tahta Prancis dan menyaksikan banyak pertempuran sengit.
Pada awal abad ke-15, Prancis berada dalam keadaan tertekan, dengan wilayah-wilayah penting yang dikuasai oleh Inggris dan moral rakyat yang rendah.
Penglihatan dan Misi Joan
Sejak usia dini, Joan mengaku menerima penglihatan dan wahyu dari para santo dan santa, termasuk Santo Mikael, Santo Katarina, dan Santo Margareta. Ia percaya bahwa Tuhan memanggilnya untuk menyelamatkan Prancis dan membantu mengangkat takhta Charles VII, yang pada saat itu dianggap lemah dan tertekan oleh pasukan Inggris.
Pada tahun 1429, setelah berhasil meyakinkan Charles VII untuk memberinya kesempatan, Joan diizinkan untuk memimpin pasukan Prancis menuju Orléans, sebuah kota yang dikepung oleh Inggris. Keberanian dan keteguhan hatinya memberi semangat kepada tentara Prancis yang sebelumnya putus asa.
Pertempuran Orléans
Joan tiba di Orléans pada bulan April 1429 dan berhasil membangkitkan semangat pertahanan kota. Dengan strategi yang cerdas dan keberanian yang luar biasa, pasukan Prancis di bawah kepemimpinannya berhasil memecahkan pengepungan Inggris pada bulan Mei 1429. Kemenangan ini menjadi titik balik dalam perang dan meningkatkan kepercayaan diri pasukan Prancis.
Setelah kemenangan di Orléans, Joan menyarankan agar Charles VII diny coronakan di Reims, yang merupakan kota tradisional untuk upacara penobatan raja Prancis. Pada bulan Juli 1429, ia menyaksikan penobatan Charles VII, yang dianggap sebagai kemenangan tidak hanya bagi dirinya tetapi juga bagi seluruh Prancis.
Penangkapan dan Pengadilan
Namun, keberhasilan Joan tidak bertahan lama. Pada tahun 1430, ia ditangkap oleh pasukan Burgundi, sekutu Inggris, dalam sebuah pertempuran di Compiègne.
Joan dijual kepada Inggris dan dihadapkan pada pengadilan yang dipimpin oleh para pejabat gereja yang bermusuhan. Dia dituduh sebagai bid’ah dan disajikan sebagai ancaman bagi otoritas gereja dan politik saat itu.
Pengadilan yang berlangsung sangat tidak adil, di mana Joan ditekan untuk mengakui kesalahannya. Meskipun ia tetap teguh pada keyakinannya, ia dijatuhi hukuman mati dan dibakar hidup-hidup pada tanggal 30 Mei 1431, di Rouen, Prancis. Kematian tragisnya meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Prancis.
Warisan dan Pengakuan
Meskipun dieksekusi, semangat Joan tidak pernah padam. Beberapa tahun setelah kematiannya, penyelidikan ulang dilakukan dan ia dibebaskan dari semua tuduhan. Pada tahun 1920, Joan of Arc dikanonisasi oleh Gereja Katolik, diakui sebagai santa dan pahlawan yang memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Warisan Joan of Arc terus hidup dalam berbagai bentuk budaya, termasuk sastra, film, dan seni. Ia diingat bukan hanya sebagai pahlawan Prancis, tetapi juga sebagai simbol ketahanan perempuan, keberanian, dan perjuangan untuk keyakinan.
Kesimpulan
Joan of Arc adalah sosok yang luar biasa dalam sejarah, melambangkan kekuatan dan keberanian dalam menghadapi tantangan yang tampaknya tidak mungkin. Dengan penglihatannya, ia menginspirasi rakyat Prancis untuk bersatu melawan penjajahan dan ketidakadilan. Kisah hidupnya yang tragis dan heroik menjadikannya salah satu pahlawan terbesar tidak hanya di Prancis tetapi di seluruh dunia. Joan of Arc tetap hidup dalam ingatan kolektif manusia sebagai simbol keberanian dan keyakinan yang tak tergoyahkan.